Blogger Widgets

Translate

Rabu, 16 April 2014

psikologi pendidikan




KUMPULAN MAKALAH
 PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Dari kelompok satu sampai kelompok lima
Interaksi edukatif
Kematangan dan kesiapan belajar
Konsep dasar belajar
Aktifitas belajar
Teori dan hukum belajar



Mahasiswa Tarbiyah Pagi
Sekolah Tinggi Agama Islam STAI Darussalam
MARTAPURA

Semester 4



Makalah Tugas Kelompok
Dengan Tema:
INTERAKSI EDUKATIF
Di Presentasikan Dalam Forum Diskusi Kelas
Mata Kuliah :
PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Dosen Pengampu :
Drs. SUPRIATNO M.Pd.I

Di susun oleh :
Kelompok 1
NO
NAMA
NPM
JABATAN
1.
AHMAD ARIF
12.12.2918
Ketua Kelompok
2.
MULIYANA
12.12.2957
Sekertaris
3.
SITI NOR JANNAH
12.12.2976
Anggota
4.
M. MAHRUS
12.12.2946
Anggota
5.
M. TAUFIQ
12.12.2955
Anggota
6.
HARNIDAH
12.12.2935
Anggota

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
DARUSSALAM MARTAPURA
2014



A.    PENDAHULUAN
Ada tiga pokok penting dalam sebuah interaksi pendidikan yaitu guru, murid, dan bahan ajar. Apabila salah satunya tidak ada maka interaksi pendidikan tidak akan terjadi. Tiga pokok tersebut memiliki tugas masing-masing.
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.
Kebanyakan guru seharusnya menjadi pendidik anak didiknya tetapi kurang optimal dalam pengajarannya karena kurangnya komunikasi eduktif dan interaksi pembelajaran yang kurang antara guru dan siswanya. Sehingga murid merasa bosan dan pembelajaran untuk mendidik siswa jadi tidak optimal.
 Banyak peserta didik yang sering mengabaikan gurunya. Ada yang berbicara dengan teman , bermain HP dan malah ada yang tidur. Sebagai guru yang baik bukanlah untuk memarahi peserta didik tetapi mengoreksi hal kenapa terjadi seperti itu. Dalam hal ini kebanyakan peserta didik tidak suka akan guru tersebut tetapi guru tersebut kurang mampu menguasai komunikasi dan interaksi belajar mengajar. Sehingga untuk guru tersebut perlu berinteraksi dan berkomunikasi secara edukatif, inovatif dan kreatif.












B.     INTERAKSI EDUKATIF

1.      Pengertian Interaksi edukatif
Interaksi edukatif berasal dari dua kata yaitu interaksi dan edukatif. Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab akibat. Kombinasi dari interaksi-interaksi sederhana dapat menuntun pada suatu fenomena baru yang mengejutkan. Dalam berbagai bidang ilmu, interaksi memiliki makna yang berbeda.[1] Adapun edukatif yaitu pendidikan. Jadi bisa kita ambil kesimpulan bahwa interaksi edukatif itu adalah suatu hubungan atau tindakan yang berkaitan dengan pendidikan.
Apa bila dua orang saling berinteraksi namun tanpa adanya unsur pendidikan di dalamnya maka bisa di bilang itu bukan interaksi edukatif.
Definisi lain mengatakan bahwa Interaksi edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran.dalam artian yang lebih spesifik pada bidang pengajaran dikenal dengan istilah interaksi belajar mengajar.[2]
interaksi belajar mengajar mengandung  suatu arti adanya kegiatan interaksi dari pengajar yang melaksanakan tugas mengajar di suatu pihak dengan warga belajar ( siswa, anak didik, subjek belajar ) yang sedang melaksanakan kegiatan belajar dipihak lain.
Dalam setiap bentuk interaksi  edukatif  mengandung dua unsur pokok; unsur  teknis dan unsur normatif . Dalam unsur normatif, antara guru ( sebagai pendidik), dan peserta didik harus berpegang pada norma yang diyakini bersama. Misalnya dalam pengajaran PMP guru dan peserta didik harus meyakini pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia.pengajaran sebagai bagian dari pendidikan, sedangkan pendidikan bersifat normatif. Sedangkan suatu pendidikan dapat dirumuskan pula secara teknis dan merupakan pristiwa yang memiliki aspek teknis. Pendidikan sebagai kegiatan praktis yang berlangsung dalam suatu masa, terikat dalam situasi, terarah pada satu tujuan. pristiwa ini adalah suatu rentetan kegiatan saling mempengaruhi, satu rangkaian  perubahan dan pertumbuhan serta perkembangan fungsi-fungsi psikis dan pisik.dalam rangkaiannya tersebut pristiwa yang menuju kepada  pembentukan itu sendiri merupakan suatu proses teknis. Setiap aktifitas pengajaran tidak dapat dilepaskan dari segi teknis semisal bagaimana upaya untuk membentuk manusia yang beriman  dan bertakwa terhadap tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan  dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Menurut R D CORNERS. Tugas mengajar guru dapat dibagi dalam tiga tahapan, yaitu:[3]
a)      Tahap Sebelum Pengajaran
Dalam tahap ini guru harus menyusun program tahunan pelaksanaan kurikulum, program semester, program satuan pelajaran (satpel), dan perencanaan program pengajaran. Dalam merencanakan program-program tersebut di atas perlu dipertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan :
·         Bekal bawaan anak didik
·         Perumusan tujuan pembelajaran
·         Pemilihan metode
·         Pemilihan pengalaman – pengalaman belajar
·         Pemilihan bahan dan peralatan belajar
·         Mempertimbangkan jumlah dan karakteristik anak didik
·         Mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia
·         Mempertimbangkan pola pengelompokan
·         Mempertimbangkan prinsip – prinsip belajar

b)      Tahap Pengajaran
Dalam tahap ini berlangsung  beberapa interaksi , yaitu: { interaksi antara guru dengan anak didik},{ anak didik dengan anak didik}, {anak didik dalam kelompok} atau {anak didik secara individual}. Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan apa yang telah direncanakan. Ada beberapa aspek yang perlu di pertimbangkan dalam tahap pengajaran ini, yaitu :
·         Pengelolaan dan pengendalian kelas
·         Penyampaian informasi
·         Penggunaan tingkah laku verbal non verbal
·         Merangsang tanggapan balik dari anak didik
·         Mempertimbangkan prinsip – prinsip belajar
·         Mendiagnosis kesulitan belajar
·         Memperimbangkan perbedaan individual
·         Mengevaluasi kegiatan interaksi

c)      Tahap Sesudah Pengajaran
              Tahap ini merupakan kegiatan atau perbuatan setelah pertemuan tatap muka dengan anak didik. Beberapa perbuatan guru yang dilakukan pada tahap sesudah mengajar, antara lain :
·         Menilai Pekerjaan anak didik
·         Menilai pengajaran guru
·         Membuat perencanaan untuk pertemuan berikutnya

2.      Komponen-komponen Interaksi edukatif dari segi kejiwaan
Komponen adalah suatu bahan atau alat yang menunjang sebuah kegiatan terjadi. Tanpa adanya komponen-komponen yang tersusun maka sebuah kegiatan tidak akan terjadi. Misalnya saja di dalam handphone ada komponen yang di sebut sim card, apa bila sim card tidak ada maka kegunaan handphone sebagai alat komunikasi tidak sempurna, atau sim cardnya ada akan tetapi pemasangannya terbalik maka handphone juga tidak akan berfungsi.
Interaksi edukatif mempunyai sejumlah komponen sebagai berikuti:
·         Tujuan
·         Bahan pelajaran
·         Kegiatan belajar mengajar
·         Metode
·         Alat
·         Sumber pelajaran
·         Evaluasi
·         Kegiatan yang jelas
Adapun komponen interaksi edukatif dari segi kejiwaan yaitu mengajar menggunakan hati.
3.      Tujuan interaksi edukatif
Jalur dari interaksi pendidikan berawal dari seorang guru yang membawakan bahan ajar kepada siswa yang mengambil bahan ajar. Apa bila bahan ajar ini bisa di terima oleh siswa, maka tujuan umum dari interaksi edukatif tercapai.
Di antara tujuan dari interaksi edukatif adalah adanya indikator keberhasilan yang di capai siswa dalam pembelajaran. Misalnya saja mengajar tentang cara shalat dengan interaksi edukatif dengan indikator kberhasilannya adalah siswa mampu melakukan praktek shalat dan pada kenyataannya siswa mampu melaksanakan shalat sebagaimana yang sudah di ajarkan.
Selain itu tujuan interaksi edukatif adalah mampu membuat peserta didik mampu mengetahui hal-hal yang awalnya tidak tahu, serta bisa mempraktekan apa yang sudah di ajarkan.



C.     SIMPULAN
            penulis pernah melihat sebuah sekolah pendidikan yang durasi pengajarannya hanya satu jam sampai 5 jam perhari, akan tetapi bagi murid yang sekolah tersebut amat sangan lama dan membosankan, ada yang ngantuk, ada yang bermain dengan keiatannya sendiri bahkan ada yang tertidur sambil duduk!.
Di sisi lain, disekolah luar negri seperti di malaysia, singapura, dan cina memiliki durasi pengajaran yang lebih panjang yakni 8 jam, bahkan ada yang sampai larut malam. Di lihat dari sisi psikologi siswanya, mereka terlihat fun, gembira, dan betah di sekolah.
Di indonesia pun juga ada yang seperti itu, yaitu waktu sekolah selama 8 jam, masuk pukul 8 pagi dan pulang pukul 4 sore.
Yang jadi permasalahan adalah kenapa durasi pendidikan yang pendek membuat siswa malas sedangkan durasi yang panjang membuat siswa betah?
amatan dan pengalaman penulis di antara alasan yang membuat siswa malas, ngantuk dan lemas adalah metode pengajaran yang mono tone sehingga membuat siswa tidak betah, sepenting apa pun mata pelajaran jika di sampaikan dengan cara yang tidak tepat maka hasil yang di dapat tidak maksimal.
si pendidikan yang panjang yakni 8 jam, mampu membuat siswa betah belajar di karenakan metode dan cara penyampaiannya yang menyenangkan. Pihak sekolah sudah mengemas sedemikian rupa model-model pembelajaran sehingga durasi wktu 8 jam terasa singkat.
Contohnya ketika penulis sedang menempuh pendidikan di sebuah lembaga pemerintahan dengan jurusan kelistrikan, yang durasi pendidikannya juga 8 jam sehari. Mungkin akan kebayang belajar sistem kelistrikan yang penuh dengan rumus, hitung menghitung yang notabenenya membosankan, justru sangat di nikmati oleh siswa termasuk penulis bahkan waktu istrahat pun enggan keluar kelas. Hal ini karena sistem belajarnya di penuhi dengan praktek langsung sehingga siswa merasa belajar sambil bermain. Yang namanya orang bermain tentu tidak kenal waktu.
Kesimpulan dari analisis penulis adalah sehebat apa pun sebuah lembaga pendidikan, setinggi apa pun pangkat seorang guru, jika interaksi edukatifnya tidak ada, maka sia-sialah pendidikan itu. Oleh karena itu interaksi edukatif berperan penting untuk menunjang kesuksesan belajar.

DAFTAR PUSTAKA
H. Abdullah, Sosiologi Pendidikan, PT Rajagrafindo Persada. Jakarta: 2013
Muhibbin Syah. Psikologi Belajar. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta: 2013
Abu Ahmadi, joko Tri Prasetya. Strategi Belajar Mengajar. CV. Pustaka Setia. Bandung : 2005
Interaksi Edukatif.pdf di ambil dari makalah FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET S U R A K A R T A
http://id.wikipedia.org




























MAKALAH
KEMATANGAN DAN KESIAPAN DALAM BELAJAR
Dipresentasikan Dalam Forum Diskusi Kelas
Mata Kuliah :
Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu :
Drs. SUPRIATNO, M.Pd.I
Disusun Oleh :
Kelompok 2

No
Nama
NPM
1
Jahrani
12.12.2938
2
M. Hairul Anwar
12.12.2944
3
M. Arifin
12.12.2943
4
Mustikah
12.12.2958
5
Noor Hidayah
12.12.2966
6
Yuni Oktaviana
12.12.2983

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
DARUSSALAM MARTAPURA

MARTAPURA
2014





A.    PENDAHULUAN
Ilmu psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala jiwa.Maka dari itu, psikologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala jiwa yang berkenaan tentang pendidikan, misalnya tentang belajar dan berbagai aspeknya. Dalam hal belajar ini terdapat berbagai aspek yang salah satunya mengenai hal kematangan dalam hal belajar. Dalam buku Child Development, Elizabeth B. Hurlock mengemukakan bahwa perkembangan pribadi manusia itu merupakan hasil atau akibat daripada kematangan dan belajar.
Mungkin masih sangat membingungkan apa yang dimaksud dengan kematangan, aspek-aspeknya, prinsip-prinsipnya dan hubungan antara anak dengan kematangan dan kesiapan anak dalam belajar. Oleh karena itu, sehubungan dengan judul makalah ini mengenai kematangan maka kami akan mencoba membahasnya sedetail mungkin.

B.     KEMATANGAN DAN KESIAPAN BELAJAR
1.      Pengertian dan Prinsip-prinsip Kematangan
Kematangan adalah kemampuan seseorang untuk berbuat seseuatu dengan cara-cara tertentu. Singkatnya ia telah memiliki intelegensi. Intelegensi itu ialah faktor total.Berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di dalamnya (ingatan, fantasi, perasaan, perhatian, minat dan sebagainya) turut mempengaruhi intelegensi seseorang.
Kematang disebabkan karena perubahan “genes” yang mentukan perkembangan struktur fisiologi dalam system saraf, otak dan indra sehingga semua itu memungkuinkan individu matang menngadakan reaksi-reaksi terhadap setiap stimulus lingkungan.
Dari definisi di atas dapat di artikan bahwa kematangan adalah keadaan atau kondisi bentuk, struktur dan kondisi yang lengkap atau dewasa pada suatu organism, baik terhadap suatu sifat, bahkan seringkali semua sifat.
Kematangan (maturation) membentuk sifat dan kekuatan dalam diri untuk bereaksi dengan cara tertentu, yang disebut “readiness” (kesiapan). Readiness yang dimaksud yaitu readiness untuk bertingkah laku yang instingtif,maupun tingkah laku yang dipelajari.
Yang dimaksud dengan tingkah laku instingtif,yaitu suatu pola tingkah laku yang diwariskan(melalui proses hereditas).
 Ada 3 ciri tingkah laku instingtif :
1.      Tingkah laku instingtif terjadi menurut pola pertumbuhan herediter.
2.      Tingkah laku instingtif adalah tanpa didahului dengan latihan atau praktek sebelumnya.
3.      Tingkah laku yangf instingtif berulang setiap saat tanpa ada saraf yang menggerakkan nya.
Tingkah laku instingtif ini biasanya terjadi karena adanya kematangan seksual,atau fungsi saraf.yang termasuk tingkah laku yang diwariskan adalah bukan hanya tungkah laku insting.reaksi-reaksi psikologis seperti, reflex, takut, berani, haus,lapar, marah, tertawa, dan lain-lain adalah tidak usah dipelajari melainkan sudah diwariskan.
Tingkah laku apapun yang dipelajari, memerlukan kematangan. Orang tak akan dapat berbuat secara iteligen apabila kapasitas itelektualnya belum memungkinkanya. Untuk itu kematangan dalam struktur otak dan system saraf sangat diperlukan.Dalam kehidupan individu, banyak hal yang tidak dapat dilakukan atau diperoleh hanya dengan kematangan, melainkan harus dipelajari.Misalnya mengenai, kemampuan berbicara, membaca, menulis dan berhitung.Dalam hal ini melakukan aktivitas-aktivitas semacam itu, kematangan memang tetap diperlukan sebagai penentu readiress untuk belajar.
Seseorang baru dapat belajar tentang sesuatu apabila di dalam dirinya sudah terdapat “readiness” untuk mempelajari sesuatu itu. Ada orang yang mengartikan readiness sebagai kesiapan atau kesediaan seseorang untuk berbuat sesuatu.
Readiness dalam belajar melibatkan beberapa faktor yang bersama-sama membentuk readiness, yaitu:
1.      Perlengkapan dan pertumbuhan fisiologis; ini menyangkut pertumbuhan terhadap perlengkapan pribadi seperti tubuh pada umumnya, alat-alat indra, dan kapasitas intelektual.
2.      Motivasi; yang menyangkut kebutuhan, minat serta tujuan tertentu individu untuk mempertahankan serta mengembangkan diri. Motivasi berhubunagn dengan system kebutuhan dalam diri manusia serta tekanan-tekanan lingkungan.
Dengan demikian, readiness seseorang itu senantiasa mengalami perubahan setiap hari sebagai akibat dari pertumbuhan dan perkembangan fisiologis individu serta adanya desakan-desakan dari lingkungan seseorang.
Perkembangan readiness terjadi dengan mengikuti prinsip-prinsip tertentu. Adapun prinsip-prinsip tersebut ialah sebagaia berikut:
1.      Semua aspek pertumubuhan berinteraksi dan bersama membentuk readiness.
2.      Pengalaman seseorang ikut mempengaruhi pertumbuhan fisiologis individu.
3.      Pengalaman mempunyai efek kumulatif dalam perkembangan fungsi-fungsi kepribadian inidividu, baik yang jasmaniah maupun yang rohaniah.
4.      Apabila readiness untuk melaksanakan kegiatan tertentu terbentuk pada diri seseorang, maka saat-saat tertentu dalam kehidupan seseorang merupakan masa formatif bagi perkembangan pribadinya.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, jelaslah bahwa apa yang telah dicapai oleh seseorang pada masa-masa yang lalu akan mempunyai arti bagi aktifitas-aktifitasnya sekarang. Apa yang telah terjadi pada saat sekarang akan memberikan sumbangan terhadap readiness individu di masa mendatang.

2.      Kematangan sebagai dasar kesiapan belajar
Laju perkembangan rohani dipengaruhi oleh laju pertumbuhan jasmani, demikian sebaliknya. Pertumbuhan dan perkembangan itu pada umumnya berjalan selaras dan pada tahap-tahap tertentu menghasilkan suatu “kematangan”, baik kematangan jasmani maupun kematangan mental.
Istilah kematangan, yang dalam bahasa inggris disebut dengan maturation, sering dilawankan dengan immaturation, yang artinya tidak matang. Seperti pertumbuhan, kematangan juga berasal dari istilah yang sering digunakan dalam biologi, yang menunjuk pada kera numan atau kematangan. Kemudian istilah ini diambil untuk digunakan dalam perkembangan individu karena dipandang terdapat kesesuaian.
Chaplin (2002) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal dari keturunan, atau merupakan tingkah laku khusus spesies (jenis, rumpun).
Sementara itu, Davidoff (1988), menggunakan istilah kematangan (maturation) untuk menunjuk pada munculnya pola perilaku tertentu yang tergantung pada tumbuhan jasmani dan kesiapan susunan saraf. Proses kematangan ini juga sangat tergantung pada gen, karena pada saat terjadinya pembuahan, gen sudah memprogramkan potensi-potensi tertentu untuk perkembangan makhluk tersebut di kemudian hari. Bannyak dari potensi-potensi tersebut yang sudah lengkap ketika ia dilahirkan, dan ini dapat terlihat dari perjalanan perkembangan makhluk itu secara perlahan-lahan di kemudian hari.
      Jadi kematangan itu sebenarnya merupakan suatu potensi yang dibawa individu sejak lahir, timbul dan bersatu dengan pembawaannya serta turut mengatur pola perkembangan tingkah laku individu. Meskipun demikian, kematangan tidak dapat dikatagorikan sebagai faktor keturunan atau pembawaan, karena kematangan ini merupakan suatu sifat tersendiri yang umum dimiliki oleh setiap individu dalam bentuk dan masa tertentu.
           
C.     SIMPULAN
Kematangan adalah kemampuan seseorang untuk berbuat seseuatu dengan cara-cara tertentu. Singkatnya ia telah memiliki intelegensi. Intelegensi itu ialah faktor total.Berbagai macam jiwa erat bersangkutan di dalamnya (ingatan, fantasi, perasaan, perhatian, minat dan sebagainya yang turut mempegaruhi intelegensi seseorang).
Prinsip-prinsip pembentukan kematangan, di antaranya:
1)      Semua aspek pertumubuhan berinteraksi dan bersama membentuk readiness.
2)      Pengalaman seseorang ikut mempengaruhi pertumbuhan fisiologis individu.
3)      Pengalaman mempunyai efek kumulatif dalam perkembangan fungsi-fungsi kepribadian inidividu, baik yang jasmaniah maupun yang rohaniah.
4)      Apabila readiness untuk melaksanakan kegiatan tertentu terbentuk pada diri seseorang, maka saat-saat tertentu dalam kehidupan seseorang merupakan masa formatif bagi perkembangan pribadinya.




DAFTAR KEPUSTAKAAN
Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sabri, M Alisuf. 1996. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Wiwien Dinar pratisti. 2008. psikologi anak usia dini.surakarta: PT macanan jaya          cemerlang.
 Desmita. 2009. Psikologi perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

















MAKALAH
KONSEP DASAR BELAJAR
Mata Kuliah :
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Dosen Pengampu :
Drs. SUPRIATNO. M. Pd.i
Disusun Oleh :


No
Nama
NPM
Status
1
Habibullah
12.12.2932
Ketua
2
Miriatul Hikmah
12.12.2951
Anggota
3
Milawati
12.12.2950
Bendahara
4
Rif’atul Aspia
12.12.2972
sekretaris
5
Surya Kencana
12.12.2980
Anggota
6
Zainuri
12.12.2984
Anggota





SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
DARUSSALAM MARTAPURA
TAHUN 2014 M/1435 H

KONSEP DASAR BELAJAR
A.    Pendahuluan
Belajar adalah kunci yang paling utamadari setiap usaha pendidikan. Jadi, tanpa adanya proses belajar maka sesungguhnya tidak akan  pernah ada pendididkan, hal ini dikarenakan proses belajar selalu mendapatkan tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan upaya kependidikan, contohnya psikologi pendidikan dan psikologi belajar.
Konsep dasar belajar merupakan kegiatan yang berproses dalam memakai unsure yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jejnjang pendidikan. Artinya berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan amat bergantung pada proses belajar yang dijalani siswa baik dirumah ataupun di sekolah.[4]
Ada berbagai bentuk belajar seperti belajar abstrak, keterampilan, social, belajar pemecahan masalah, berfikir rasional, kebiasaan, apersiasi, dan pengetahuan. Selain itu untuk memaksimalkan pembelajaran juga ada prinsip-prinsip di dalam belajar sehingga proses belajar akan berjalan dengan maksimal.

B.     Konsep Dasar Belajar
Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai konsep dasar belajar, ada baiknya kita mengatahui apa sebenarnya pengertian belajar dan apa tujuan serta manfaat dari belajar.
1.        Pengertian Belajar
Belajar ialah proses mencari ilmu untuk mengubah diri dengan baik, sesuai dengan tingkat keilmuan yang dicapai.[5] Beberapa pakar memiliki pendapat terkait dengan pengertian belajar diantaranya:
a.       S.Nasution M.A mendefenisikan belajar sebagai perubahan kelakuan, dan pengalaman. Jadi belajar membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai sejumlah pengalaman, pengetahuan, melainkan juga membentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pemahaman, penyesuaian diri. Dalam hal ini meliputi segala aspek organisasi atau pribadi individu yang belajar.[6]
b.      Cronbach berpendapat bahwa belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
c.       Howard L. Kingskey berpandapat bahwa belajar adalah proses, dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui prakti atau latihan.
d.      Geoch merumuskan bahwa belajar adalah perubahan panampilan sebagai hasil dari praktik.[7]
e.       Sudjana mengartikan belajar sebagai proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu.
f.       Whitherington menyebutkan bahwa belajarmerupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai suatu pola-pola respon yang berupa keterampilan, sikap, kebiasaan, kecakapan atau pemahaman.
g.      Masrun, Sri Mulyani
Belajar adalah proses perubahan lahir dan batin dimana perubahan yang terjadi bersifat positif dan relatif permanen.
h.      Morgan
Belajar adalah segala perubahan prilakuyang relative permanen yang muncul sebagai akibat dari latihan dan pengalaman.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan beberapa hal mengenai belajar sebagai berikut :
a.       Belajar adalah suatu  proses, yaitu kegiatan yang berkesinambungan yang dimulai sejak lahir dan terus berlangsung seumur hidup.
b.      Dalam belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen.
c.       Hasil belajar ditunjukkan dengan aktifitas-aktifitas tingkah laku secara keseluruhan.
d.      Adanya peranan kepribadian dalam proses belajar antara lain aspek motivasi, emosional, sikap, dan sebagainya.
Sedangkan tujuan dari belajar ialah untuk mendapatkan ilmu, menghilangkan kebodohan, mengejar ketertinggalan, serta menguasai segala macam pengetahuan dan teknologi, demi mendapatkan ridha Allah S.W.T. adapun manfaat yang kita peroleh dari belajar ialah mendapatkan ilmu, memperteguh ilmu pengetahuan, mengubah sikap dan prilaku, membangun peradaban kemanusiaan yang unggul dan terakhir menggapai ridho sang pencipta.
2.      Bentuk-bentuk Belajar
Menurut Muhibbin Syah, bentuk-bentuk belajar yang umum di jumpai dalam prosespembelajaran anatara lain adalah:
a.       Belajar Abstrak
Ialah belajar yang menggunakan cara-cara berfikir abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah.
b.      Belajar Keterampilan
Adalah belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat syaraf. Tujannya adalah untuk memperoleh dan menguasai keterampilan jasmani tertentu.
c.       Belajar Sosial
Adalah belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk memecahakan masalah tersebut. Tujuannya adalah untuk menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan masalah-masalah sosial.
d.      Belajar Pemecahan Masalah
Adalah belajar menggunakan metode ilmiah atau berfikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognetif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas.
e.       Belajar Rasional
Ialah belajar dengan menggunakan kemampuan berfikir secara logis dan sistematis. Tujuannya ialah untuk memperoleh berbagai kecakapan menggunakan prinsi-prinsip dan konsep-konsep.
f.       Belajar Kebiasaan
Adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan, selain menggunakan perintah, suri tauladan, dan pengalaman khusus, jga menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar siswa memparolehsikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih tepat dan positif.
g.      Belajar Apersiasi
Adalah belajar mempertimbangakan arti penting atau nilai suatu objek. Tujuannya adalah agar siswa memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah afektif yang dalam hal ini kemampuan mengahargai secara tepat terhadap nilai objek tertentu, misalnya apresiasi sastra, apresiasi musik dan sebagainya.
h.      Belajar Pengetahuan
Ialah belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam terhadapobjek pengetahuan tertentu. Tujuannya adalah agar siswa memperoleh atau menambah informasidan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya.[8]

3.      Prinsip-prinsip Dalam Belajar
a.       Prinsip kesiapan
Yaitu kondisi dimana individu telah siap dalam menerima pelajaran atau suatu kondisi yang memungkinkan baginya dalam menerima pelajaran.
Yang termasuk kepada kesiapan ini ialah kematangan dan pertumbuhan fisik, intelegensi latar belakang pengalaman, hasil belajar, motivasi, persepsi, dan lain-lain.
Berdasarkan dari prinsip kesiapan ini dapat dikemukakan hal-hal berikut:
1)      Seorang individu akan dapat belajar denan sebaik-baiknya bila tugas-tugas yang diberikan kepadanya erat hubungannya dengan kemampuan, minat, dan latar belakangnya.
2)      Kesiapan untuk belajar harus dikaji bahkan diduga. Artinya bila seorang guru ingin mendapat gambaran kesiapan muridnya untuk mempelajari sesuatu, ia harus melakukan pengetasan kesiapan dengan cara menanyai murid mengenai apa yang ia telah ketahui mengeanai materi yang akan dibahas.
3)      Jika seorang individu kurang memiliki kesiapanuntuk sesuatu tugas, kemudian tugas itu ia tunda sampai dapat dikembangkannyakesiapan itu atau guru sengaja menata tugas itu sesuai dengan kesiapan siswa.
4)      Kesiapan untuk belajar mencerminkan jenis dan taraf kesiapan, misalnya dua orang siswa yang memiliki kecerdasan yang sama mungkin amat berbeda dalam pola kemampuan mentalnya.
5)      Bahan-bahan, kegiatan dan tugas seyogyanya divariasikan sesuai dengan faktorkesiapan kognitif, afektif dan psikomotor dari berbagai individu.
b.      Prinsip Motivasi
Yaitu perinsip yang juga sekaligus menjadi tujuan murid tentang mengapa ia harus belajar. Dengan adanya motivasi maka setiap siswa akan terus berpacu kedepan demi mencapai tujuannya.
c.       Prinsip Persepsi
Prinsip persepsi lebih cenderung kepada sudut pandang seseorang dalam memahami lingkungan dan keadaan sekitar, sehingga hasil pemahaman seseorang dalam belajarpun juga di pengaruhi oleh adanya persepsi ini, jika seorang guru tahu bagaimana sudut pandang dari setiap muridnya maka hal ini pasti akan berpengaruh sangat besar terhadap pemahaman seorang murid terkait dengan proses pembelajaran.
d.      Prinsip Tujuan
Tujuan ialah sasaran khusus yang akan menjadi target dalam proses pembelajaran sebagai hasil yang akan dicapai setelah proses pembelajaran tersebut selesai. Sehingga tujuan haruslah tergambar jelas pada semua pelajar dan dapat diterima oleh para pelajar saat proses pembelajaran.
e.       Prinsip Perbedaan Individual
Setiap murid memiliki perbedaan pada individulnya masing-masing. Oleh sebab itu seorang guru harus mampu menyesuaikan diri dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut. Karena jika guru hanya terpaku kepada satu tingkat saja maka proses pembelajaran tidak akan akan dapat berlangsung dengan sempurna. Hal ini dikarenakan karena hanya orang-orang tertentu saja yang dapat memahami palajaran yang diberikan.
f.       Prinsip Transfer dan Retensi
Yaitu proses dimana murid menerima pelajaran dari guru (transfer) dan murid tersebut dapat mengamalkannya dalam kehidupannya (retansi).
g.      Prinsip Belajar Afektif
Yaitu keadaan dimana seseorang berusaha  menemukan cara bagaimananya ia menghubungkan dirinya dengan pengalaman yang baru.
h.      Prinsip Belajar Psikomotor
Prinsip yang satu ini menekankan pada proses mental dan fisik, yaitu bagaimana cara anak berfikir dan menyampaikan pendapatnya berkenaan dengan materi pembelajaran yang diberikan.
i.        Prinsip Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi ditujukan untuk mengatahui sudah sejauh mana proses pembelajaran tersebut dalam mendekati atau bahkan mencapai tujuannya.

C.    Simpulan
Jadi dengan adanya konsep dasar belajar maka seseorang akan mampu untuk menjadi pribadi yang lebih baik, yang mana hal ini turur ditunjang oleh adanya proses belajar yang terus berjalan seumur hidupnya. Meskipun manusia beberbeda-beda namun ia teteplah mapu untuk belajar dengan caranya masing-masing dan untuk mencapai tujuan hidupnya ia pun akan terus melaju dengan berpagang teguh pada  prinsip yang di pengangnya.
Daftar Pustaka
Asmani, Jamal Ma’mur. 2009. Jurus-jurus Belajar Efektif. Yoyyakarta: Diva Press.
Nasution, berbagai pendekatan dalam proses belajar mengajar, Jakarta : Bina Aksara, 1988, hlm. 68.









MAKALAH
AKTIVITAS BELAJAR
   Diperesentasikan Dalam Forom Diskusi Kelas
Mata Kuliah;
Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu:
Drs. SUPRIATNO. M.Pd.I
Disusun Oleh:
NO
NNNAN     NAMA           
N P M
STATUS
   1
Amrullah
12.12.2921
Ketua
2
Henny Anggraini
12.12.2936
Anggota
3
M.Hanafi
12.12.2945
Bendahara
4
Muthia Husna
12.12.2959
Anggota
5
Robiyannor
12.12.2973
Wakil
6
St.Nur Jannah
12.12.2977
Sekretaris



  




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
DARUSSALAM MARTAPURA

MARTAPURA
2014

AKTIVITAS BELAJAR
A.      Pendahuluan
Psikologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang membahas mengenai masalah kejiwaan manusia. Dalam dunia pendidikan, ilmu psikologi ini digunakan untuk membantu mengenali jiwa anak didik dari tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotor agar dalam proses belajar mengajar semakin lancar. Hubungan psikologi dengan pendidikan dan pembelajaran sangat erat sekali, karena dengan mempelajari ilmu kejiwaan seorang guru dapat memberikan pendidikan dan pembelajaran sesuai dengan perkembangan peserta didik.
Peran guru saat ini diarahkan untuk menjadi fasilitator yang dapat membantu siswa dalam belajar, bukan sekedar menyampaikan materi saja. Guru harus mampu melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajara secara optimal.
Hal-hal seperti berikut, diantaranya Guru telah mengajar dengan baik, ada siswa yang belajar dengan giat, siswa yang berpura-pura belajar, siswa yang belajar dengan setengah hati, bahkan adapula siswa yang sesungguhnya tidak belajar. Maka dari itu, sebagai Guru yang professional harus berusaha mendorong siswa agar belajar dengan baik. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa pengetahuan tentang aktivitas belajar dan faktor-faktor belajar merupakan hal yang sangat penting diketahui bagi seorang Guru dan calon Guru[9].
B.       Aktivitas Belajar
Pengertian aktivitas menurut para ahli:
a)        Menurut Anton M. Mulyono, aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas.  
b)        Menurut W.J.S.  Poewadarminto aktifitas adalah kegiatan atau kesibukan.
c)        Menurut Sriyono, aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani.
Pengertian belajar menurut para ahli:
a)        Menurut Oemar Hamalik, belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan ,keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap.
b)        Menurut Sardiman A.M, belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori.
c)        Menurut H. Carl. Witherington dalam bukunya Drs.Mahfud Shalahuddin yang berjudul "pengantar psikologi pendidikan", belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian, yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.
Dari pengertian-pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan suatu proses kegiatan belajar siswa yang menimbulkan perubahan-perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku atau kecakapan[10].
Belajar bukanlah berproses dalam kehampaan. Tidak pula pernah sepi dari berbagai aktivitas. Tidak pernah terlihat orang yang belajar tanpa melibatkan aktivitas raganya. Apalagi bila aktivitas belajar itu berhubunagan dengan masalah belajar menulis, mencatat, memandang, membaca, megingat, berpikir, latihan atau praktek, dan sebagainya.
Dalam belajar, seseorang tidak akan dapat menghindarkan diri dari suatu situasi. Situasi akan menentukan aktivitas apa yang dilakukan dalam rangka belajar. Bahkan situasi itu lah yang mempengaruhi dan menentukan kativitas belajar apa yang akan dilakukan kemudian. Setiap situasi di manapun dan kapanpun memberikan kesempatan belajar kepada seseorang. Oleh karena itulah, berikut ini dibahas beberapa aktivitas belajar, sebagai berikut[11] :
1.        Mendengarkan
Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang belajar di sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan. Ketika seorang guru menggunakan metode ceramah, maka setiap siswa atau mahasiswa diharuskan mendengarkan apa yang guru (dosen) sampaikan. Di sela-sela ceramah itu,ada aktivitas mencatat hal-hal yang dianggap penting. Tidak dapat disangkal bahwa  aktivitas mendengarkan adalah aktivitas belajar yang diakui kebenarannya dalam dunia pendidikan dan pengajaran dalam pendidikan formal persekolahan, ataupun non-formal.
Diakui memang bahwa aktivitas mendengarkan bukan satu-satunya aktivitas belajar. Hal ini disebabkan karena ada orang yang tuna runggu yang belajar tidak mempergunakan aktivitas mendengarnya, tetapi hanya melalui visiual (penglihatan). Mereka belajar hanya melalui gerakan-gerakan tangan dengan menggunakan simbol-simbol yang telah dibakukan.
2.        Memandang 
Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek. Aktivitas memandang berhubungan erat dengan mata. Karena dalam memandang itu matalah yang memegang peranan penting. Tanpa mata tidak mungkin terjadi aktivitas memandang dapat dilakukan. Orang buta pasti tidak dapat melihat. Maka dia tidak bisa memandang sesuatu yang menjadi kebutuhannya.
Dalam pendidikan, aktivitas memandang terrnasuk dalam kategori aktivitas belajar. Tapi perlu diingat bahwa tidak semua aktivitas memandang berarti belajar. Aktivitas memandang dalam arti belajar di sini adalah aktivitas memandang yang bertujuan sesuai dengan kebutuhan untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang positif. Aktivitas memandang tanpa tujuan bukanlah termasuk perbuatan belajar. Meski pandangan tertuju pada suatu objek, tetapi tidak adanya tujuan yang ingin dicapai, maka pandangan yang demikian tidak termasuk belajar.
3.        Menulis atau mencatat 
Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas belajar. Tetapi tidak setiap mencatat adalah belajar. Aktivitas mencatat yang bersifat menurut, menciplak atau mengcopy tidak dapat dikatakan sebagai aktivitas belajar. Mencatat yang termasuk sebagai aktivitas belajar yaitu apabila dalam mencatat itu orang menyadari kebutuhan dan tujuannya, serta menggunakan seperangkat tertentu agar catatan itu nantinya berguna bagi pencapaian tujuan belajar.
Dalam mencatat tidak sekadar mencatat, tetapi mencatat yang dapat menunjang pencapaian tujuan belajar. Maka dari itu jangan membuat catatan sembarangan, sebab bisa mendatangkan kerugian material dan pemikiran. Akibat lainnya adalah akan sia-sialah catatan itu, karena tidak bisa digunakan untuk kepentingan kemajuan dan kesuksesan studi.
Catatan sangat berguna untuk menampung sejumlah informasi, yang tidak hanya bersifat fakta-fakta, melainkan juga terdiri atas materi hasil analisis dari bahan bacaan.
4.        Meraba, Membau, dan Mencicipi/ Mengecap
Aktivitas meraba, membau, dan mengecap adalah indra manusia yang dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar. Artinya aktivitas meraba, membau, dan mengecap dapat memberikan kesempatan bagi seseorang untuk  belajar. Tentu saja aktivitasnya harus disadari oleh suatu tujuan. Dengan demikian, aktivitas-aktivitas meraba, aktivitas membau, ataupun aktivitas mengecap dapat dikatakan belajar, apabila semua aktivitas itu didorong oleh kebutuhan, motivasi untuk mencapai tujuan dengan menggunakan situasi tertentu untuk memperoleh perubahan tingkah laku.
5.        Membaca
Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi. Membaca di sini tidak mesti membaca buku belaka, tetapi juga membaca majalah, koran, tabloid, jurnal-jurnal hasil penelitian, catatan hasil belajar atau kuliah, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kebutuhan studi.
Kalau belajar adalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka membaca adalah jalan menuju ke pintu ilmu pengetahuan. Ini berarti untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tidak ada cara lain yang harus dilakukan kecuali memperbanyak membaca. Kalau begitu membaca identik dengan mencari ilmu pengetahuan agar menjadi cerdas, dan mengabaikannya berarti kebodohan.
Cara dan teknik seseorang dalam membaca selalu menunjukkan perbedaan pada hal-hal tertentu. Oleh karena itu, wajarlah bila belajar itu suatu seni, samahalnya mengajar adalah seni (teaching as an art). Ada orang yang membaca buku sambil tidur-tiduran dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku sambil mendengarkan radio dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku tanpa suara dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku dengan suara dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku di antara keributan dapat belajar dengan baik, dan sebagainya. Pendek kata, orang membaca buku dengan berbagai cara agar dapat belajar. Dengan demikian, pemahaman atas diri sendiri sangat penting, sehingga dapat memilih teknik yang mana yang lebih sesuai dengan karakteristik pribadi, dengan tidak mengabaikan pola-pola umum dalam belajar.
6.        Berpikir 
Berpikir adalah termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir orang memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan antara sesuatu. Berpikir bukanlah sembarang berpikir, tetapi ada taraf tertentu, dari taraf berpikir yang rendah sampai taraf berpikir yang tinggi.

C.      Simpulan
 Dari penjelasan di atas tentang aktivitas belajar dapat di ambil kesimpulan aktivitas belajar itu ialah kegiatan atau kesibukan diri untuk merubah tingkah laku menjadi manusia yang berbudi pekerti yang baik, dan sukses dimasa depan.
Dan juga dalam belajar pasti ada aktivitas yaitu aktivitas belajar, dengan adanya aktivitas-aktivitas belajar seperti mendengarkan, memandang, meraba,membau dan mencicipi/mengecap,menulis atau mencatat, membaca dan juga berfikir. Insyaallah bisa menjadi orang yang sukses dalam studi nya dimasa akan datang.



Daftar Pustaka

Djamarah, Syaiful Bahri (2008). Psikologi Belajar. Edisi kedua. Jakarta:Reneka Cipta.
http://azrinamey.blogspot.com/2013/04/aktivitas-aktivitas-belajar.html
















MAKALAH
TEORI & HUKUM BELAJAR
Dipresentasikan Dalam Forum Diskusi Kelas
Mata Kuliah :
Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu :
Drs. SUPRIATNO, M.Pd.I
Disusun Oleh :
Kelompok 5

No
Nama
NPM
Status
1
Arif Rahman Hakim
12.12.2924
Ketua Kelompok
2
Eka Srimiarti
12.12.2926
Sekretaris
3
Abdusyahid
12.12.2916
Anggota
4
Nor Adilla
12.12.2963
Anggota
5
Nurul Habibah
12.12.2969
Anggota
6
Efendi Septian Cahyo
12.12.3010
Anggota

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
DARUSSALAM MARTAPURA

MARTAPURA
2014




A.    PENDAHULUAN
Secara pragmatis, teori belajar merupakan prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan  atau merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang  berkaitan dengan peristiwa belajar. Di antara sekian banyak teori yang berdasarkan hasil eksperimen ada tiga teori yang paling menonjol, yaitu Connectionism, Classical Conditioning, dan Operan Conditioning. Di katakan menonjol karena tiga teori di atas, banyak mengilhami dan mendorong para ahli melakukan eksperimen-eksperimen lainnya untuk mengembangkan teori-teori baru yang juga berkaitan dengan belajar. Selain tiga teori di atas, ada juga teori pendekatan kognitif.
Dalam islam proses belajar dalam rangka terbentuknya perilaku baru, juga erat sekali kaitannya dengan peniruan yang disebut uswatun hasanah (contoh teladan yang baik). Dalam konteks ini, tentu proses peniruan yang disengaja, sesuai dengan konsep belajar itu sendiri merupakan usaha sadar yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku. Dalam konteks ini juga, perlu dibedakan antara peniruan dengan pembiasaan. Dalam kehidupan sehari-hari adakalanya perilaku pembiasaan itu bukan hasil belajar, misalnya kebiasaan bertegur sapa ketika bertemu dengan seseorang.   

B.     TEORI DAN HUKUM DALAM BELAJAR

1.      Teori-Teori Belajar

a)      Makna Belajar
            Wahyu yang pertama diturunkan Allah Swt. Kepada Nabi Muhammad Saw. (surat Al-‘Alaq ayat 1-5) memberikan isyarat bahwa islam amat memperhatikan soal belajar (dalam konteks menuntut ilmu), sehingga implementasinya menuntut ilmu (belajar) itu wajib menurut islam. Di dalam Al-qur’an banyak kita temukan kalimat seperti ya’qilun, yatafakkarun, yubsirun, yasma’un, dan sebagainya. Kalimat-kalimat di atas mengisyaratkan bahwa Al-qur’an menganjurkan agar kita menggunakan potensi-potensi atau organ-organ psiko-psikis seperti akal, indra penglihatan (mata), indra pendengaran (telinga) untuk melakukan kegiatan belajar. Sebagai alat belajar, akal merupakan potensi kejiwaan manusia berupa sistem psikis yang kompleks untuk menyerap, mengolah, menyimpan , dan memproduksi kembali item-item informasi dan pengatahuan. Selanjtnya, mata dan telinga merupakan alat fisik yang berguna untuk menerima informasi visual dan informasi verbal.[12]
Dalam persfektif islam, belajar merupakan kewajiban bagi setiap individu muslim-muslimat dalam rangka memperoleh ilmu pengatahuan sehingga derajat kehidupannya meningkat. Di sisi lain , Allah Swt. Melalui rasulnya menganjurkan orang islam belajar hingga ke negeri china dan memerintahkan supaya menuntut ilmu dari buaian hingga ke liang lahat, menunjukkan bahwa islam memandang pentingnya belajar. Makna belajar bukan hanya sekedar upaya perubahan perilaku. Konsep belajar dalam islam merupakan konsep belajar yang ideal, karena sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam. Tujuan belajar dalam islam bukanlah mencari rezeki di dunia ini semata, tetapi untuk sampai kepada hakikat, memperkuat akhlak, artinya mencari atau mencapai ilmu yang sebenarnya dan akhlak yang sempurna. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, termasuk pendidikan agama islam di sekolah-sekolah dan madrasah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan, banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh anak didik.[13]
Dalam konteks psikologi pembelajaran, pengertian tentang belajar, amat beragam. Belajar dipengaruhi oleh teori yang melandasi rumusan belajar itu sendiri. Banyak orang beranggapan bahwa belajar semata-mata mengumpulkan atau menghafal fakta-fakta yang terjadi dalam bentuk informasi atau materi pelajarn. Anggapan seperti itu mungkin tidak sepenuhnya keliru, karena praktiknya banyak orang yang belajar dengan hanya menghafal. Padahal, menghafal hanya salah satu bagian dari beberapa cara belajar. Sesungguhnya konsep belajar tidak sesederhana itu.

b)      Beberapa Teori Belajar
1)      Teori Koneksionisme (Conenectionism)
Teori ini ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874/1949)[14] berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen Thorndike menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengatahui fenomena-fenomena belajar. eksperimen tersebut ialah Seekor kucing yang lapar ditempatkan dalam sangkar berbentuk kotak berjeruji yang dilengkapi dengan peralatan seperti: pengungkit, gerendel, pintu, dan tali yang menghubungkan  pengungkit dengan gerendel tersebut. Peralatan di atas ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan yang tersedia di depan sangkar. Keadaan bagian dalam sangkar yang disebut puzzle box (peti teka teki) itu merupakan situasi stimulus yang merangsang kucing untuk bereaksi melepaskan diri dan memperoleh makanan yang ada di muka pintu. Mula-mula kucing tersebut mengeong, mencakar, melompat, dan berlari-larian tetapi gagal membuka pintu untuk memperoleh makanan yang ada di depannya. Akhirnya, entah bagaimana secara kebetulan kucing itu berhasil menekan pengungkit dan terbukalah pintu sangkar tersebut. Eksperimen puzzle box ini kemudian terkenal dengan nama instrumental conditioning, artinya tingkah laku yang dipelajari berungsi sebagai instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki.
Dalam eksperimen Thorndike seperti dipaparkan di atas, ada dua hal pokok yang mendorong timbulnya fenomena belajar. Pertama, kucing dalam keadaan lapar. Seandainya kucing itu dalam keadaan kenyang, mungkin tidak akan berusaha keras untuk keluar. Bahkan, mungkin kucing tertidur dalam puzzle box yang mengurungnya. Dengan perkataan lain kucing tidak akan menunjukkan gejala belajar untuk keluar sengkar. Oleh sebab itu, motivasi (seperti rasa lapar) merupakan hal sangat vital dalam belajar. Kedua, tersedianya makanan di muka puzzle box. Makanan ini merupakan efek. Positif atau memuaskan yang dicapai oleh respons dan kemudian menjadi dasar timbulnya hukum belajar yang disebut law of effect.dalam kehidupan sehari-hari law of effect itu dapat terlihat dalam hal memberi penghargaan/ganjaran dan  juga dalam hal memberi hukuman dalam pendidikan.akan tetapi menurut thorndike yang lebih memegang peranan dalam pendidikan ialah hal memberi penghargaan/ganjaran danj itulah yang lebih di anjurkan.karena adanya law of effect terjadilah hubungan (connection) atau asosiasi antara tingkah laku/reaksi yang dapat mendatangkan sesuatu dengan hasilnya (effect).karena adanya koneksi antara reaksi dengan hasilnya itu maka teori Thorndike disebut juga Connectionism.[15]
Kelemahan dari teori ini ialah:
-          Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan otomatisme belaka disamakan dengan hewan. Meskipun banyak tingkah laku manuia itu dapat dapat di pengaruhi secara trial and error. Trial dan error tidak berlaku mutlak bagi manusia.
-          Memandang bahwa belajar hanya merupakan asosiasi tersebut dengan latihan-latihan, atau ulangan-ulangan yang terus menerus.
-          Karena proses belajar berlangsung secara mekanistis, maka “pengertian” tidak di pandangnya sebagai sesuatu yang pokok dalam belajar. Mereka mengabaikan “pengertian” sebagai unsur pokok dalam belajar.
2)      Teori pembiasaan klasikal (Classical  Conditioning)
      Teori ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh ivan pavlov (1849-1936), seorang ilmuwan berkebangsaan Rusia. Pada dasarnya classical conditoning merupakan sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks. Kata classical yang mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya pavlov yang dianggap paling dahulu di bidang conditioning (upaya pembiasaan) dan untuk membedakannya dari teori conditioning lainnya. Selanjutnya karena fungsinya, teori pavlov ini juga dapat disebut respondent conditioning (pembiasaan yang dituntut) atau dibiasakan. Dalam eksperimennya, pavlov menggunakan anjing untuk mengatahui hubungan-hubungan antara conditioned stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), conditioned response (CR), dan unconditioned response (UCR). CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan  respons yang dipelajari, sedangkan respons yang dipelajari itu sendiri disebut CR. Adapun UCS berarti rangsangan yang menimbulkan respons yang tidak dipelajari, dan respons yang tidak dipelajari itu disebut UCR.[16]
          Anjing percobaan pavlov diikat sedemikian rupa dan pada salah satu kelenjar air liurnya diberi alat penampung cairan yang dihubungkan dengan pipa kecil. Kemudian dilakukan eksperimen berupa pemberian latihan pembiasaan mendengarkan bel (CS) bersama-sama dengan pemberian makanan berupa serbuk daging (UCS). Apakah yang terjadi? Ternyata anjing percobaan tadi mengeluarkan  air liur juga (CR), meskipun hanya mendengarkan suara bel (CS). Jadi, CS akan menghasilkan CR apabila CS dan UCS telah bekali-kali dihadirkan bersama-sama. Dengan perkataan lain, pembiasaan akan muncul apabila dilakukan latihan secara berulang-ulang.
    Berdasarkan eksperimen di atas, semakin jelas bahwa belajar adalah perubahan  yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Selanjutnya kesimpulan yang bisa ditarik dari eksperimen pavlov adalah apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respons atau perubahan yang kita kehendaki yang dalam hal ini CR. Teori pavlov apabila diterapkan dalam kegiatan belajar, banyak kelemahannya. Di antara kelemahan itu adalah : (1) percobaan dalam laboratorium , berbeda dengan keadaan sebenarnya, (2) pribadi seseorang (cita-cita, kesanggupan, minat, emosi, dan sebagainya ) dapat memengaruhi hasil eksperimen, (3) respons mungkin dipengaruhi oleh stimulus yang tidak dikenal. Dengan perkataan lain, tidak dapat diramalkan lebih dahulu, stimulus manakah yang menarik perhatian seseoarang, (4) teori sangat sederhana dan tidak memuaskan untuk menjelaskan segala seluk beluk belajar yang ternyata sangat kompleks.
3)      Teori Pembiasaan Perilaku Respons
          Di antara teori belajar yang ada, teori pembiasaan perilaku respons (operant conditioning) merupakan teori belajar yang berusia paling muda dan masih sangat berpengruh dikalangan para ahli psikologi belajar masa kini. Pencipta teori ini adalah Burrhus Frederic Skinner (lahir tahun 1904). Ia juga seorang penganut behaviorisme yang dianggap paling kontroversial. Operant adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat. Berbeda dengan respondent conditioning (yang responnya didatangkan oleh stimulus tertentu), respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri sesungguhnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, akan tetapi tidak disengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical respondent conditioning.[17]
           Dalam rumusan teorinya, skinner melakukan percobaan terhadap seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang dikenal dengan “Skinner Box”. Peti yang digunakan sebagai sangkar tikus, terdiri atas dua macam komponen pokok yaitu manipulandum dan alat pemberi reinforcement antara lain berupa wadah makanan. Manipulandum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini terdiri atas tombol, batang jeruji, dan pengungkit. Dalam eksperimennya, mula-mula itu mengeksplorasi sangkar dengan cara lari ke sana ke mari, mencium benda-benda yang ada di sekitarnya, mencakar dinding, dan sebagainya. Aksi-aksi seperti itu disebut emitted behavior (tingkah laku yang terpancar), yaitu tingkah laku yang terpancar dari organisme tanpa memedulikan stimulus tertentu. Tanpa disengaja aktivitas tikus (emitted behavior) melalui cakaran kaki atau moncongnya dapat menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadah. Butir-butir makanan yang keluar itu merupakan reinforcer (penguat) bagi penekanan pengungkit. Penekanan pengungkit inilah yang disebut tingkah laku operant yang akan terus meningkat apabila diiringi dengan reinforcement, yakni penguatan berupa butir-butir makanan yang muncul pada wadah makanan. Eksperimen Skinner tadi mirip sekali dengan trial and error learning yang ditemukan oleh Thorndike. Dalam hal ini fenomena tingkah laku belajar menurut Thorndike selalu melibatkan satisfication (kepuasan), sedangkan menurut Skinner fenomena tersebut melibatkan reinforcement (penguatan). Dengan demikian, baik belajar dalam teori S-R Bond maupun dalam teori operan conditioning langsung atau tidak langsung, keduanya mengakui arti penting law of effect.
4)      Teori Pendekatan Kognitif
          Teori ini merupakan bagian terpenting dari sains kognitif yang telah memberi kontribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi pendidikan, termasuk psikologi belajar. Sains kognitif merupakan himpunan disiplin ilmu yang terdiri atas: psikologi kognitif, ilmu-ilmu komputer, linguistik, intelegensi buatan, matematika, epistemologi, dan neuropsychology (psikologi saraf). Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia. Dalam pandangan para ahli kognitif, tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat diukur dan diterapkan tanpa melibatkan proses mental, seperti: motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya. Menurut para ahli psikologi kognitif, aliran  behaviorisme itu tidak lengkap sebagai sebuah teori psikologi, sebab tidak memperhatikan proses kejiwaan yang berdimensi ranah cipta, seperti berpikir, mempertimbangkan pilihan, dan mengambil keputusan. Itulah sebabnya, pendekatan kognitf sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik. Akan tetapi sesungguhnya pendekatan kognitif tidak anti terhadap pendekatan behavioristik.[18]

2.   Keterkaitan Antara Teori Hukum Dalam Belajar
                 Eksperimen-eksperimen Thorndike mengenai hewan mempengaruhi pikirannya mengenai belajar pada taraf insansi (human). Dia yakin bertentangan dengan kepercayaan umum bahwa tingkah laku hewan sedikit sekali dipimpin oleh pengertian. Respons-respons itu dilakukan oleh hewan langsung terhadap situasi yang diamati. Dengan tidak menyatakan secara eksplisit menolak kemungkinan adanya pengertian pada hewan, dia yakin bahwa masalah belajar itu pada hewan dapat diterangkan sebagai hubungan langsung antara situasi dan perbuatan, tanpa diantarai oleh pengertian. Perbandingan yang dibuatnya mengenai surve belajar pada hewan dan pada manusia memberi keyakinan kepadanya, bahwa hal-hal yang menjadi dasar proses belajar pada hewan dan pada manusia itu adalah sama saja. Baik belajar pada hewan , maupun belajar pada manusia itu berlangsung pada tiga macam hukum belajar pokok, yaitu:
a)      Law of readiness
     Law of readiness adalah prinsip tambahan yang menggambarkan  taraf fisiologis bagi law of effect.[19] Hukum ini menunjukkan keadaan-keadaan di mana pelajar cenderung untuk mendapatkan kepuasan atau ketidakpuasan, menerima atau menolak sesuatu. Menurut Thorndike ada tiga keadaan yang demikian itu, yaitu:
(1)   Kalau unit konduksi sudah siap untuk berkonduksi, maka konduksi dengan unit tersebut akan membawa kepuasan, dan tidak akan ada tindakan-tindakan lagi (yang lain) untuk mengubah konduksi itu.
(2)   Unit konduksi yang sudah siap untuk berkonduksi apabila tidak berkonduksi akan menimbulkan ketidakpuasan, dan akan menimbulkan respons-respons yang lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasan itu.
(3)   Apabila unit konduksi yang tidak siap berkonduksi dipaksa untuk berkonduksi, maka konduksi itu akan menimbulkan ketidakpuasan, dan berakibat dilakukannya tindakan-tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasan itu.
      Law of readiness (hukum kesiapan) pada prinsipnya hanya merupakan asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan conductionis unit (satuan perantara). Unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Jadi, apabila kecenderungan bertindak itu timbul karena penyesuaian diri atau hubungan dengan sekitar, karena sikap dan sebagainya, maka memenuhi kecenderungan itu di dalam tindakan akan mmberikan kepuasan, dan tidak memenuhi kecenderungan tersebut akan menimbulkan ketidakpuasan.

b)      Law of exercise
Hukum ini mengandung dua hal yaitu:[20]
(1)   Law of use : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah kuat kalau ada latihan. Artinya, perilaku (perubahan hasil belajar) sering dilatih, eksistensi perilaku tersebut akan semakin kuat.
(2)   Law o disuse : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah lemah atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan. Artinya, apabila perilaku tidak sering dilatih, eksistensi perilaku tersebut akan terlupakan atau sekurang-kurangnya akan menurun.  
c)      Law of  effect
Law of effect ini menunjukkan kepada makin kuat atau makin lemahnya hubungan sebagai akibat daripada hasil respons yang dilakukan. Apabila suatu hubungan atau koneksi dibuat dan disertai atau diikuti oleh keadaan yang memuaskan, maka kekuatan hubungan itu akan bertambah, sebaliknya apabila suatu koneksi dibuat dan disertai atau diikuti oleh keadaan yang tidak memuaskan, maka kekuatan hubungan itu akan berkurang. Artinya, jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, hubungan antara stimulus dan respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang dicapai respons, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respons tersebut.[21]
C.    SIMPULAN
Teori-teori belajar yang dirumuskan melalui eksperimen oleh Thorndike, Skinner, dan Pavlov pada dasarnya lebih bersifat behavioristik dalam arti lebih menekankan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur. Teori-teori itu pun bersifat otomatis mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respons, sehingga terkesan seperti kinerja masih robot. Apabila dicermati dan dibandingkan dengan teori belajar temuan riset psikologi kognitif, karakteristik belajar yang terdapat dalam teori-teori behavioristik yang telah terlanjur diyakini sebagian besar ahli pendidikan, sesungguhnya mengandung banyak kelemahan.
Dari eksperimen-eksperimen yang telah dikemuakan oleh Thorndike tentang belajar pada hewan maupun belajar pada manusia, maka muncullah tiga macam hukum belajar pokok, yaitu:
1)      Law of readiness
2)      Law of exercise
3)      Law of effect 
Proses belajar dalam teori operant conditioning tunduk kepada dua hukum operant yang berbeda, yakni: pertama, law of operant conditioning. Dalam hukum operant ini,apabila timbulnya tingkah laku tersebut akan meningkat. Kedua, law of operant extinction. Dalam hukum operant ini, apabila tingkah laku operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan menurun atau bahkan musnah. Hukum-hukum ini pada dasarnya sama saja dengan hukum-hukum yang melekat dalam proses belajar menurut teori pembiasaan yang klasikal.

                                    DAFTAR PUSTAKA
Tohirin.2011.psikologi pembelajaran pendidikan agama islam.raja grapindo persada.Jakarta.cet 4
Suryabrata,sumardi.2002.psikologi pendidikan.raja grapindo persada.Jakarta        
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Remaja Rosda Karya: Bandung



[2] H. Abdullah, sosiologi pendidikan, PT Rajagrafindo persada. Jakarta: 2013 Hal : 117
[3] interaksi Edukatif.pdf di ambil dari makalah FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET S U R A K A R T A
[4] http;//koffieenco.blogspot.com/2013/07/konsep-dasar-belajar.html
[5] Asmani, Jamal Ma’mur. 2009. Jurus-jurus Belajar Efektif. Yoyyakarta: Diva Press. Hal.19

[6] Nasution, berbagai pendekatan dalam proses belajar mengajar, Jakarta : Bina Aksara, 1988, hlm. 68
[7] Ibid, hal. 20
[8] http://tixcreation.blogspot.com/2012/05/bentuk-bentuk-belajar.html.
[9] www.acadamia.edu/4570365/Aktivitas_Belajar
[10] www.acadamia.edu/4570365/Aktivitas_Belajar
[11] Djamarah,Syaiful Bahri,2008. Psikologi Belajar. Jakarta:Reneka Cipta 
[12] Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Al-Quran, Raja Grafindo Persada: Jakarta hlm 55
[13] Ibid  Hal 57
[14] Ibid  Hal 62
[15] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Remaja Rosda Karya: Bandung Hal 98
[16] Tohirin, op.cit hal 64
[17] Ibid hal 66
[18] Ibid hal 71
[19] Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta Hal 250
[20] Ibid hal 252
[21] Ibid hal 256

1 komentar:

kang khoe mengatakan...

ok juga bagus,trimks !